TALK OVER LEGAL DEBATE VOL. 1
Divisi Debat
Penulis: Aisyah Adinda, Anggie Anindhita Maharani, Adelia Anggarwati, Nisrinna Az-zahra, dan Reva Ario Bimo. Editor: Eva Anggi Butarbutar dan Ahmad Arifin Al-Mubarroq
5/26/202511 min read
PERUBAHAN UU BUMN: MEMPERBAIKI ATAU MEMPERBURUK KINERJA BUMN?
Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peranan strategis dan penting dalam struktur perekonomian indonesia karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara yang berimplikasi pada pembangunan nasional. Hadirnya BUMN merupakan bentuk konkritisasi Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menekankan peranan pemerintah untuk menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup masyarakat. Kemudian, sebagai upaya untuk memperjelas peran dan tanggung jawab BUMN, pemerintah menghadirkan serangkaian regulasi yang mengatur mengenai BUMN. Salah satu regulasi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang mengoptimalisasikan BUMN melaluin pemisahan fungsi pengaturan, pengawasan, dan fungsional pada BUMN.
Beberapa poin perubahan pada UU BUMN, yaitu pertama, terkait redefinisi BUMN. Kedua, pemisahan fungsi regulator dan operator BUMN untuk peningkatan kinerja BUMN agar lebih profesional dan transparan. Ketiga, pengaturan terkait Business Judgement Rule (BJR). Keempat, pemberian kesempatan bagi penyandang disabilitas dan masyarakat setempat sebagai sumber daya manusia dalam BUMN. Kelima, pengaturan mengenai satuan pengawasan internal komite audit dan komite lainnya. Dalam poin perubahan tersebut, UU BUMN disinyalir menghadirkan reformasi penting untuk meningkatkan tata kelola BUMN, memperkuat pengawasan regulasi, serta mengoptimalkan manajemen aset dan sumber daya manusia. Namun di sisi lain, pengesahan perubahan UU BUMN mendapatkan penolakan di kalangan masyarakat, termasuk penggiat anti korupsi, sebab terdapat ketentuan-ketentuan baru yang berpotensi menimbulkan penyimpangan dalam keberjalanan BUMN sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat.
BUMN Sebagai Pilar Ekonomi Nasional yang Tangguh, Profesional, dan Adaptif Terhadap Perubahan Zaman
Perlu diingat bahwa perubahan kebijakan tidak dapat diberlakukan tanpa penyesuaian yang menyeluruh dan terintegrasi. Ketiadaan penyesuaian tersebut, perubahan berisiko menimbulkan ketidakseimbangan antara kemandirian operasional BUMN dan kewajiban akuntabilitas terhadap kekayaan negara. UU BUMN mengatur pembentukan satuan pengawasan intern dan komite audit yang berfungsi sebagai pengawas internal independen dan profesional untuk memastikan pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mencegah penyalahgunaan wewenang. Di tengah kompleksitas dan tingginya tuntutan transparansi publik, pengawasan internal berperan krusial dalam menekan risiko korupsi, fraud, dan inefisiensi, sekaligus mendorong profesionalisme dan daya saing BUMN. Oleh karena itu, penguatan pengawasan internal menjadi instrumen utama untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan BUMN.
Kemudian, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dan dijadikan modal BUMN tetap menjadi bagian dari keuangan negara dan tunduk pada ketentuan terkait dengan keuangan negara. Hal tersebut menjadi pondasi penting untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan BUMN sehingga pengawasan internal dan eksternal harus berjalan sinergis demi kepentingan rakyat dan negara. Dengan demikian, pengaturan pengawasan internal melalui satuan pengawasan intern dan komite audit yang independen serta didukung pengawasan eksternal BPK, menjadi instrumen utama menjaga tata kelola BUMN yang profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini pun menyeimbangkan kemandirian BUMN dalam mengelola aset negara sesuai amanat putusan MK dengan prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik.
Selain itu, Pasal 9F UU BUMN saat ini telah mengakomodasi prinsip Business Judgement Rule (BJR) sebagai prinsip untuk memberikan perlindungan hukum bagi direksi dan dewan komisaris sepanjang keputusan yang diambil telah dilakukan dengan itikad baik (good faith), kehati-hatian, dan tanpa benturan kepentingan. Konsep ini menegaskan bahwa setiap kerugian yang dialami BUMN tidak serta-merta dapat dikategorikan sebagai kerugian negara yang berujung pada tuntutan secara pemidanaan. Sebaliknya, apabila direksi terbukti tidak dapat memenuhi unsur-unsur tersebut maka berpotensi diproses secara hukum apabila terbukti menyebabkan kerugian negara sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya (UU Tipikor). Dengan adanya regulasi tersebut, diharapkan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap direksi BUMN yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan pertimbangan rasional dan sesuai prinsip GCG dan prinsip itikad baik.
Selain itu, Pasal 87 ayat (3) UU BUMN membuka peluang bagi masyarakat setempat dan/atau disabilitas untuk bekerja di BUMN sehingga menghadirkan aspek inklusivitas dan keberpihakan terhadap kelompok rentan dalam tata kelola BUMN. Selanjutnya, Pasal 87 ayat (4) UU BUMN memberikan dasar hukum bagi peningkatan keterlibatan perempuan di posisi strategis seperti direksi dan dewan komisaris. Langkah ini penting mengingat keterwakilan perempuan di jajaran pimpinan BUMN masih sangat terbatas, padahal keberadaan mereka dapat membawa perspektif baru dan inovasi dalam pengambilan keputusan. Perubahan tersebut tidak hanya mencerminkan komitmen negara terhadap keadilan sosial, tetapi juga menjadi langkah konkret dalam mengurangi kesenjangan sosial sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini kurang terakomodasi melalui pemberian kesempatan yang lebih luas bagi kelompok-kelompok tersebut.
Lahirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara: Studi Perbandingan Dengan Negara Singapura
Sebagai langkah progresif yang sejalan dengan tujuan reformasi struktural melalui UU BUMN terbaru, pemerintah tidak hanya menata ulang aspek internal BUMN, tetapi juga membentuk suatu badan baru yang dirancang sebagai pengelolaan aset dan motor penggerak efisiensi korporasi negara. Salah satu wujud konkret transformasi tersebut adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). BPI Danantara merupakan sovereign wealth fund (SWF) milik Indonesia yang diresmikan pada 24 Februari 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto. Badan ini berperan sebagai super holding BUMN untuk mengelola kekayaan negara secara profesional dan berorientasi jangka panjang, dengan fokus pada investasi berkelanjutan di sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, dan produksi pangan. Pembentukan Danantara terinspirasi dari keberhasilan Temasek Holdings Singapura, yang berhasil mengubah portofolio negara menjadi instrumen investasi menguntungkan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi nasional melalui struktur operasional profesional yang menjadi model bagi Danantara.
BPI Danantara berperan sebagai holding strategis yang mengelola portofolio saham negara dalam berbagai BUMN. Posisi ini memungkinkan Danantara untuk menjalankan fungsi pengawasan dan intervensi strategis terhadap arah kebijakan korporasi BUMN. Meskipun Danantara baru dibentuk pada tahun 2025, legitimasi hukumnya dalam melakukan penyertaan modal dan konsolidasi perusahaan telah berakar pada ketentuan umum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016. PP ini memberikan dasar hukum bagi pemerintah—sebagai pemegang saham negara—untuk membentuk holding BUMN dan melakukan restrukturisasi kepemilikan guna meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomi. Konsep holding ini menekankan pentingnya central governance dan akuntabilitas dalam pengelolaan badan ataupun lembaga yang ada di bawahnya. Model ini pun telah terbukti efektif dalam meningkatkan efisiensi operasional, transparansi, dan daya saing perusahaan negara di berbagai yurisdiksi.
Menilik Berbagai Problematika dalam Perubahan UU BUMN
Berdasarkan standar legislasi, urgensi penyusunan revisi UU BUMN patut dipertanyakan mengingat Rancangan Undang-Undang BUMN tidak termasuk dalam Prolegnas Prioritas Tahunan maupun carry over dari pembahasan sebelumnya. Selain itu, pembahasan RUU BUMN tidak melibatkan partisipasi masyarakat, padahal hal tersebut telah dijamin dalam Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) yang menegaskan bahwa naskah akademik dan draf RUU harus dapat diakses dengan mudah untuk keperluan literasi masyarakat sehingga dapat memberikan aspirasi. Tidak terlibatnya masyarakat dalam pembahasan RUU BUMN tersebut telah melanggar prinsip meaningful participation dan menunjukan adanya kecacatan secara formil dalam proses pembentukannya. Hadirnya perubahan UU BUMN juga dapat memberikan implikasi buruk, antara lain:
Potensi praktik korupsi yang terbuka lebar
Penghapusan frasa “kekayaan negara yang dipisahkan” pada Pasal 1 angka 1 huruf a UU BUMN secara tidak langsung menegaskan bahwa keuangan BUMN bukan lagi merupakan kekayaan negara melainkan aset korporasi murni. Padahal, pada Penjelasan umum UU Tipikor telah menyatakan bahwa “Penyertaan Negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara” sehingga telah terjadi penyimpangan makna yang berpotensi disalahgunakan. Terbukti, dengan aset BUMN yang tidak lagi dianggap sebagai bagian dari kekayaan negara menghilangkan kewenangan BPK untuk melakukan audit secara rutin sesuai Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK). Hal ini dibuktikan pada Pasal 71 ayat (2) jo (3) UU BUMN melalui mekanisme yang baru dimana pengawasan BPK terbatas pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu & hanya atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN sesuai. Sebagai imbas dari bukan kekayaan negara, maka kerugian yang terjadi pun otomatis bukan kerugian negara yang membuatnya berada di luar jangkauan pemidanaan korupsi dan melemahkan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat unsur utama tipikor dititikberatkan pada adanya kerugian keuangan negara.
Meskipun, BUMN berupaya merespons kekhawatiran publik dengan menawarkan posisi di komite pengawas dan akuntabilitas BPI Danantara kepada pimpinan institusi seperti Ketua KPK, Ketua BPK, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Akan tetapi, hal tersebut justru menimbulkan masalah baru karena Ketua KPK dilarang rangkap jabatan sesuai Pasal 29 huruf i Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Selain itu, Pasal 4B UU BUMN menyatakan bahwa keuntungan dan kerugian BUMN sebagai keuntungan dan kerugian BUMN dan bukan negara. Tentu saja, ketentuan ini bertentangan dengan adanya Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013 jo Nomor 62/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa kerugian yang terjadi di BUMN tetap merupakan kerugian negara dan kerugian keuangan negara, yang dapat dibebankan pertanggungjawaban pidananya.
Kemudian, berdasarkan Pasal 9G UU BUMN melepaskan status penyelenggara negara kepada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN. Sekilas, perubahan ini mengatasnamakan profesionalisme dan reformasi birokrasi. Akan tetapi, muatan batang tubuh UU BUMN tidak mencerminkan profesionalisme dan justru sangat beresiko menurunkan kredibilitas BUMN. Ketentuan ini kontradiktif dengan definisi penyelenggara negara dalam penjelasan Pasal 2 angka 7 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Di mana Direksi pada Badan Usaha Milik Negara merupakan Penyelenggara Negara dalam kategori Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis. Selain itu, hal ini melanggar ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Huruf e UU Tipikor bahwa pegawai negeri adalah orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Perubahan UU BUMN sangat beresiko dan berbahaya jika tidak segera diperbaiki, karena aset BUMN yang tidak lagi dianggap kekayaan negara membuat BPK kehilangan dasar hukum untuk audit secara aktif. Hal ini berimplikasi terhadap melemahnya fungsi pengawasan dan berpotensi memicu moral hazard dan hilangnya mekanisme check and balances serta terbukanya peluang yang lebih besar pada praktik korupsi di tubuh BUMN.
Implikasi Negatif Prinsip Business Judgement Rule (BJR) dalam UU BUMN
Prinsip BJR diprakarsai oleh pemikiran dimana BUMN yang beroperasi sebagai korporasi haruslah diatur pertanggungjawabannya secara korporasi pula. Pengaturan tersebut bertujuan untuk melindungi keputusan yang berujung pada kerugian namun telah diikuti dengan itikad baik, bukan kesalahan maupun kelalaian, tanpa konflik kepentingan, serta pencegahan sebelum ataupun keberlanjutan kerugian. Namun, keleluasaan yang berlebihan justru menimbulkan keresahan terhadap penyalahgunaan atas penghindaran pertanggungjawaban. BUMN yang sebelumnya telah bermasalah secara pengawasan kini bermasalah secara pertanggungjawaban, BJR yang sebelumnya ditujukan sebagai perlindungan terhadap direksi mengalami perubahan fungsi menjadi alat untuk kebal akan pertanggungjawaban hukum. Apabila tidak terdapat pembatasan dan regulasi yang jelas terhadap ketentuan BJR, maka resiko kerugian yang ditimbulkan akan jauh lebih besar dari potensi keuntungannya
Akankah BPI Danantara Bernasib Sama Dengan 1Malaysia Development Berhad?
Kehadiran BPI Danantara dapat dikatakan mengubah struktur pengelolaan BUMN secara fundamental. Beberapa saat yang lalu, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 yang menargetkan penghematan sebesar Rp 306,69 triliun. Dana hasil efisiensi inilah yang kemudian dialokasikan ke Danantara untuk diinvestasikan dalam proyek-proyek strategis nasional. BPI Danantara diproyeksikan mengelola lebih dari 900 miliar USD aset dalam pengelolaan atau asset under management. Namun, Pengalihan dana efisiensi anggaran ke Danantara menuai polemik dan sentimen negatif masyarakat, lantaran dinilai tidak efektif dan mengganggu kerja di sektor lainnya. Seperti efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang tercatat lebih dari Rp57,6 triliun dan juga pemangkasan anggaran Kementerian Kesehatan yang lebih dari Rp19,6 triliun. Efisiensi ini berdampak pada keterbatasan dana yang tersisa, mengakibatkan pemangkasan berbagai program pendidikan maupun kesehatan, termasuk alokasi untuk beasiswa dan riset, yang dikhawatirkan turut berdampak pada potensi kenaikan uang kuliah tunggal (UKT).
Dana efisiensi yang akan disalurkan ke Danantara seharusnya tidak dilakukan karena pemangkasan ini dapat merugikan masyarakat umum serta dapat meningkatkan pengangguran. Kemudian adanya perubahan UU BUMN mengakibatkan BPK dan KPK kehilangan kewenangannya untuk melakukan audit terhadap BPI Danantara. Dalam regulasi terbaru, audit laporan keuangan tahunan perusahaan dilakukan oleh akuntan publik. Adanya keterbatasan kewenangan audit tersebut berisiko menyebabkan pengawasan keuangan BUMN menjadi tidak transparan, sebagaimana disampaikan oleh seorang Peneliti Indonesia Corruption Watch, Wana Alamsyah. Pengalihan dana efisiensi yang tidak disalurkan untuk peningkatan pelayanan publik atau kesejahteraan masyarakat dianggap sebagai penyimpangan dari prinsip akuntabilitas fiskal dan good governance.
Tidak hanya dari proses pembentukannya, kekhawatiran mengenai pembentukan Danantara tidak dapat dilepaskan dari pengalaman buruk negara lain dalam mengelola SWF. Sebagai contoh, skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) di Malaysia menjadi peringatan besar bagi negara-negara berkembang yang membentuk lembaga investasi strategis. 1MDB awalnya dibentuk pada 2009 oleh pemerintah Malaysia sebagai SWF untuk mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang melalui kemitraan strategis dan investasi global. Akan tetapi, alih-alih menjadi alat pembangunan, 1MDB menjadi simbol korupsi besar-besaran yang berimplikasi buruk bagi negara Malaysia. Lebih dari USD 4,5 miliar diduga diselewengkan oleh pejabat tinggi dan jaringan internasional, termasuk mantan Perdana Menteri Najib Razak. Dana ini digunakan untuk membeli properti mewah, lukisan mahal, pendanaan film Hollywood The Wolf of Wall Street, dan keperluan pribadi lainnya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh lemahnya lembaga pengawas internal dan eksternal yang membuat korupsi terus berlangsung selama bertahun-tahun.
Berangkat dari kasus 1MDB, kekhawatiran publik terhadap BPI Danantara semakin relevan ketika mempertimbangkan bahwa Indonesia juga memiliki rekam jejak yang belum sepenuhnya bersih dalam pengelolaan keuangan negara. Minimnya transparansi dan potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan dana publik menjadi momok tersendiri. Apalagi, Danantara dibentuk dengan struktur kelembagaan yang bersifat tertutup, tanpa keterlibatan DPR secara langsung dalam mekanisme pengawasan seperti pada BUMN pada umumnya. Mekanisme check and balance yang seharusnya menjadi pilar dalam pengelolaan dana publik berisiko melemah. Selain itu, penggunaan jasa pihak ketiga seperti akuntan publik yang tidak terikat langsung dengan pemerintah berpotensi membuka celah bagi manipulasi laporan keuangan, terlebih jika tidak disertai dengan keterlibatan aktif lembaga audit negara seperti BPK dan KPK. Ketika sumber daya negara dialihkan ke entitas yang tidak memiliki transparansi dan akuntabilitas yang kuat, bukan tidak mungkin kasus serupa dengan 1MDB dapat terulang dalam konteks Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk menyoroti bagaimana Danantara akan mengelola tata kelola perusahaan, integritas lembaga, serta keterbukaan informasi publik yang menjadi penentu utama apakah lembaga ini akan menjadi instrumen pembangunan atau justru menjadi batu sandungan baru bagi demokrasi fiskal di Indonesia.
Kesimpulan
Hadirnya perubahan UU BUMN membawa dua sudut pandang yang menekankannya adanya sisi urgensi hadirnya perubahan tersebut, namun juga menghadirkan adanya potensi dampak buruk. Oleh karena itu, perubahan UU BUMN dapat ditimbang sebagai berikut:
Pertimbangan Penerimaan:
Perubahan UU BUMN hadir sebagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pengurus BUMN maupun efisiensi BUMN secara keseluruhan
Konsep BJR dalam meningkatkan kinerja BUMN untuk dapat berinovasi dalam melakukan corporate action sehingga dapat bersaing secara global
Hadirnya perubahan UU BUMN menghadirkan: transformasi BUMN menjadi sebuah badan yang inklusif dan setara, serta berpihak pada masyarakat rentan dan perempuan
Dibentuknya BPI Danantara sebagai superholding BUMN yang akan mengawasi arah kebijakan BUMN secara langsung sehingga pengelolaan aset BUMN akan lebih transparan dan terkoordinasi dengan baik
Pertimbangan Penolakan:
RUU BUMN yang bukan Prolegnas Prioritas Tahunan maupun carry over, pengesahan yang terlalu singkat dan terburu-buru, serta tidak disebarluaskannya naskah akademik dan rancangan undang-undangnya sebagai bagian dari meaningful participation menunjukan adanya kecacatan formil dalam perubahan UU BUMN.
Pengabaian harmonisasi substansi dengan peraturan sebelumnya menciptakan adanya berbagai interpretasi yang berimplikasi pada tumpang tindih, inkonsistensi hukum, resiko politisasi produk legislasi, dan tidak terjaminnya kepastian hukum.
Melemahnya peran BPK dan KPK sebagai imbas dari perubahan status kekayaan dan penyelenggara negara. Dimana BPK kehilangan dasar hukum untuk melaksanakan pengawasan secara aktif serta Direksi BUMN yang tidak bisa ditindak KPK sebab berada di luar subjek Tipikor.
Mekanisme BJR tanpa adanya prosedur ketat dan penerapan asas lainnya seperti Doktrin Piercing Corporate Veil, berpotensi disalahgunakan untuk menghindari pertanggungjawaban yang justru berujung pada kekebalan hukum.
Kegagalan 1MDB menjadi salah satu percontohan dan penegasan dari suatu inovasi yang tidak diikuti prinsip-prinsip Good Goverment dan Good Corporate Goverment, hanya akan berimplikasi pada pembukaan ladang praktik korupsi yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 48/PUU-XI/2013.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 62/PUU-XI/2013.
Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2025 dan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Tahun 2025-2029.
Website
Tjandra, W.R. (2024) Putusan MK No 48 dan 62/PUU-XI/2013, tentang Pemisahan Kekayaan Negara di BUMN, Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia. Available at: https://aceh.bpk.go.id/putusan-mk-no-48-dan-62-puu-xi-2013-tentang-pemisahan-kekayaan-negara-di-bumn/?utm_source=chatgpt.com (Accessed: May 26, 2025).
Akbar, A. (2025) Ada Larangan Rangkap Jabatan, Ketua KPK Kaji Posisi di Danantara, detiknews. Available at: https://news.detik.com/berita/d-7923003/ada-larangan-rangkap-jabatan-ketua-kpk-kaji-posisi-di-danantara (Diakses: Mei 26, 2025).
Sitompoel, D.H.F. (2025) UU BUMN 2025 dan Business Judgment Rule: Antara Perlindungan Profesional dan Celah Impunitas, Hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/a/uu-bumn-2025-dan-business-judgment-rule--antara-perlindungan-profesional-dan-celah-impunitas-lt682d7db77876e/ (Diakses: Mei 26, 2025)
Yasin, M. (2022) Business Judgment Rule Sarana Perlindungan Bagi Direksi BUMN yang ‘Lurus,’ Hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/a/business-judgment-rule-sarana-perlindungan-bagi-direksi-bumn-yang-lurus-lt620afc6db19dd/ (Accessed: May 26, 2025).
Hakim, J. and Yehezkiel, N. (2025) Kerugian BUMN Bukan Kerugian Negara: Masihkah Dapat Dituntut Korupsi?, Hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/a/kerugian-bumn-bukan-kerugian-negara--masihkah-dapat-dituntut-korupsi-lt6818872c752fd/?page=all (Accessed: May 26, 2025).
Komisi Pemberantasan Korupsi (2025) KPK Tetap Berwenang Menangani Tindak Pidana Korupsi di BUMN, Komisi Pemberantasan Korupsi. Available at: https://www.kpk.go.id/id/ruang-informasi/berita/kpk-tetap-berwenang-menangani-tindak-pidana-korupsi-di-bumn (Accessed: May 26, 2025).
Triwibowo, D.R. (2025) UU BUMN Disahkan, Akankah BPI Danantara Jadi Katalisator Perekonomian Baru?, Kompas. Available at: https://www.kompas.id/artikel/uu-bumn-disahkan-bpi-danantara-jadi-katalisator-perekonomian-baru?open_from=Search_Result_Page (Accessed: May 26, 2025).
Sedjati, M.W. and Izzah, I.B. (2025) Analisis UU BUMN 2025: Implikasi, Tantangan, dan Peluang, Konstruksi Media. Available at: https://konstruksimedia.com/analisis-uu-bumn-2025-implikasi-tantangan-dan-peluang/#google_vignette (Accessed: May 26, 2025).
Tampubolon, D.N. (2025) New UU BUMN : Melemahkan Kinerja BUMN dan Melanggengkan Budaya Korupsi, Kumparan. Available at: https://kumparan.com/daniel-naik/new-uu-bumn-melemahkan-kinerja-bumn-dan-melanggengkan-budaya-korupsi-253P3Qsbwj4 (Accessed: May 26, 2025).
SIP Law Firm (2025) Business Judgement Rule dalam Tindak Pidana Korupsi, SIP Law Firm. Available at: https://siplawfirm.id/business-judgement-rule/?lang=id (Accessed: May 26, 2025).
Pengelola Website FITRA (2025) Rilis Catatan Kritis Ruang Gelap Pembahasan RUU BUMN Yang Mengabaikan Prosedur Formil dan Materil Legislasi, SEKNAS FITRA. Available at: https://seknasfitra.org/catatan-kritis-ruang-gelap-pembahasan-ruu-bumn-yang-mengabaikan-prosedur-formil-dan-materil-legislasi/ (Accessed: May 26, 2025).